Danau Toba yang besar itu (luasnya kira2 100 x 30 km) sebenarnya berdiri di atas reruntuhan 3 kaldera besar. Di selatan terdapat Kaldera Porsea, berbentuk ellips dengan dimensi 60 x 40 km, terbentuk oleh letusan gigantik 800 ribu tahun silam. Kaldera ini meliputi sebagian selatan danau Toba dari Pulau Samosir, hingga ke daratan wilayah Parapat - Porsea dan "teluk" yang menjadi outlet ke Sungai Asahan. Wajah kaldera Porsea ini 'dirusak' oleh kaldera Sibadung yang terbentuk kemudian. Sementara di sebelah utara, di utara Pulau Samosir terdapat kaldera Haranggaol yang nyaris bulat dengan diameter 'hanya' 14 km. Haranggaol terbentuk pada 500 ribu tahun silam. Keberadaan kaldera-kaldera besar ini menunjukkan Danau Toba adalah kompleks vulkanik nan luar biasa.
Kita fokuskan ke Kaldera Sibadung. Inilah kaldera yang terbentuk dalam erupsi gigantik 71.500 +/- 4.000 tahun silam dan dinobatkan sebagai letusan terdahsyat di muka Bumi dalam 2 juta tahun terakhir setelah banjir lava di Yellowstone (AS). Bentuk kaldera mirip kacang (peanut-like) dan secara kasar memiliki panjang 60 km dengan lebar 30 km. Bentuk unik ini mengesankan bahwa kaldera Sibadung dulunya kemungkinan adalah gunung api kembar yang meletus secara bersamaan, seperti halnya gunung Danan dan Perbuwatan dalam erupsi katastrofik Krakatau 1883. Kaldera Sibadung mencakup seluruh bagian Pulau Samosir dan perairan selatan Danau Toba, kecuali "teluk" di sebelah tenggara yang menjadi outlet ke Sungai Asahan.
Letusan Toba 71 - 75 ribu tahun silam memang sungguh luar biasa. Gunung ini melepaskan energi 1.000 megaton TNT atau 50 ribu kali lipat ledakan bom Hiroshima dan menyemburkan tephra 2.800 km kubik berupa ignimbrit, yakni batuan beku sangat asam yang memang menjadi ciri khas bagi letusan-letusan besar. 800 km kubik tephra diantaranya dihembuskan ke atmosfer sebagai debu vulkanis, yang kemudian terbang mengarah ke barat akibat pengaruh rotasi Bumi sebelum kemudian turun mengendap sebagai hujan abu. Sebagai pembanding, erupsi paroksimal Tambora 1815 (yang dinyatakan terdahsyat dalam sejarah modern) 'hanya' menyemburkan 100 km kubik debu dan itupun sudah sanggup mengubah pola cuaca di Bumi selama bertahun-tahun kemudian, yang salah satunya menghasilkan hujan lebat yang salah musim di Eropa dan berujung pada kekalahan Napoleon pada pertempuran besar Waterloo.
Kerikil (lapili) produk letusan Toba ditemukan hingga di India, yang berjarak 3.000 km dari pusat letusan. Keseluruhan permukaan anak benua India ditimbuni abu letusan dengan ketebalan rata-rata 15 cm. Bahkan di salah satu tempat di India tengah, ketebalan abu letusan Toba mencapai 6 meter. Debu vulkanik dan sulfur yang disemburkan ke langit dalam letusan dahsyat selama 2 minggu tanpa henti itu membentuk tirai penghalang cahaya Matahari yang luar biasa tebalnya di lapisan stratosfer, hingga intensitas cahaya Matahari yang jatuh ke permukaan Bumi menurun drastis tinggal 1 % dari nilai normalnya. Kurangnya cahaya Matahari juga menyebabkan suhu global menurun drastis hingga 3 - 3,5ยบ C dari normal dan memicu terjadinya salah satu zaman es. Rendahnya intensitas cahaya Matahari membuat tumbuh2an berhenti berfotosintesis untuk beberapa lama dan tak sedikit yang bahkan malah mati, seperti terekam di lembaran2 es Greenland.
Bagaimana dengan manusia? Ambrose (1998) berdasar jejak DNA manusia purba menyebut saat itu terjadi situasi "genetic bottleneck" yang ditandai dengan berkurangnya kelimpahan genetik dan populasi manusia. Bahkan dikatakan jumlah individu manusia saat itu (tentunya dari generasi homo sapiens awal seperti homo sapiens neanderthalensis dan rekan-rekannya) merosot drastis hingga tinggal 10 % saja dari populasi semula.
Bencana lingkungan akibat erupsi Toba ini diduga membuat homo neanderthalensis berevolusi menghasilkan individu yang lebih lemah. Sehingga ketika katastrofik berikutnya terjadi, yakni pada 12.900 tahun silam di ujung zaman es tatkala asteroid/komet berdiameter 5 km jatuh ke Bumi dari ketinggian awal yang rendah (mendekati horizon) sehingga benda ini meledak pada ketinggian 60 km di atas Eropa - Amerika sembari melepaskan energi 10 juta megaton TNT, neanderthal tak sanggup lagi bertahan dan punahlah ia bersama kawanan mammoth sang gajah raksasa zaman es.
Danau Toba sekarang ini, apakah masih aktif? Ya. Bekas letusan berskala kecil dan kubah lava baru pasca erupsi hebat itu masih dapat dijumpai di kerucut Pusukbukit di sebelah barat dan kerucut Tandukbenua di sebelah utara. Terangkatnya Pulau Samosir hingga 450 meter dari elevasi semula (yang dapat dilihat dari lapisan2 sedimen danau di pulau ini) juga menunjukkan bahwa reservoir magma Toba telah terisi kembali, secara parsial. Studi seismik menunjukkan di bawah danau Toba terdapat sedikitnya dua reservoir magma di kedalaman 40-an km dengan ketebalan 6-10 km.
Kapan Toba akan kembali meletus dahsyat? Kita tidak tahu. Namun dilihat dari historinya butuh waktu sedikitnya 300 ribu tahun pasca letusan besar Toba untuk kembali menghasilkan letusan katastrofik. Memang sempat muncul kekhawatiran Toba akan kembali menggeliat pasca guncangan gempa megathrust Sumatra Andaman 2004 yang mencapai 9,15 Mw itu dengan episenter hanya 300 km di sebelah barat danau, namun sejauh ini belum terbukti. Kekhawatiran ini bukannya tanpa alasan. Krakatau bangkit dari tidur panjangnya selama 200-an tahun tatkala gempa besar mengguncang kawasan Selat Sunda di awal 1883 dimana getarannya terasakan hingga ke Australia.
salam
Dikutip dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar